Mungkin beberapa dari kalian
ada yang ingin menjadi arsitek? Berarti kalian sama dengan saya.
Mungkin beberapa juga ragu
ingin menjadi arsitek karena mendengar rumor-rumor tentang ribetnya menghitung
kemiringan bangunan, sudut atau apalah itu? Lagi-lagi kalian sama dengan saya.
Tapi kenapa saya berani
mengambil arsitek?
Dulu, ketika kecil saya
pernah ingin menjadi dokter agar bisa seperti ibu saya. Lambat laun saya ingin
menjadi tentara agar bisa melindungi negara walaupun resikonya ada nyawa. Hingga
suatu saat saya melihat bangunan-bangunan yang sangat nyaman untuk di pandang
dan juga tidak memakan banyak tempat, dari situ saya mulai mencintai segala hal
tentang arsitektur dan dari situ juga saya bercita-cita ingin menjadi seorang
arsitek agar bisa membuat bangunan-bangungan yang nyaman untuk di pandang
sehingga tidak menjadi polusi mata.
Ternyata untuk meraih
cita-cita tidak segampang yang saya kira ketika saya masih kecil. Saat SMA saya
sengaja memilih program IPA (sekarang MIA) agar cita-cita menjadi arsitek
tercapai, tetapi semua berubah ketika semester terakhir datang. Ketika itu
tidak sedikit siswa yang berpaling dari cita-citanya cuma karena takut jika
tidak bisa melanjutkan kuliah dimana pun gara-gara persaingan di jurusan PTN yang
diinginkannya, sehingga banyak yang membelot dari impian mereka yang
sesungguhnya padahal masih ada PTS yang saingannya mungkin tidak begitu
seberapa, inilah yang dinamakan penyakit gengsi.
Termasuk juga saya.
Waktu itu, waktu masa-masa
pendaftaran SNMPTN sampai SBMPTN, saya masih bingung untuk melanjutkan kemana
dan jurusan apa. Pastinya jurusan arsitektur tetap ada di pilihan saya. Karena penyakit
gengsi ini saya sampai mencari tau tentang prospek kerja setiap jurusan, dan
disitu saya melihat prospek kerja arsitek tidak begitu meyakinkan, dan disitu
juga saya melihat kalau prospek kerja lulusan Hubungan Internasional sangat
menggiurkan, minimalnya aja menjadi asisten disuatu perusahaan. Lumayan kan. Pada
akhirnya saya memutuskan untuk tetap memilih menjadi arsitek, agar impian saya
ketika kecil bisa terwujud dan suatu saat ketika saya menulis autobiografi,
para pembaca bisa terkagum karena saya bisa mewujudkan impian saya. Apa coba..
Follow Us
Were this world an endless plain, and by sailing eastward we could for ever reach new distances